Perkenalkan namaku Cinta. Aku tinggal di setiap jiwa manusia, bahkan segala makhluk, dan segala benda. Rumahku ada di setiap labirin hati. Aku kadang diperebutkan oleh manusia. Tapi tak jarang dicampakkan juga. Namaku sering disebut-sebut dalam sebait puisi, sepenggal cerpen, juga sebuku novel. Aku sangat terkenal. Hampir setiap manusia di muka bumi mengenalku. Orang Jawa memanggilku Tresna, orang Inggris memanggilku Love. Aku sebenarnya bercahaya. Cahayaku berbeda dengan cahaya matahari. Aku akan bersinar cerah jika dipelihara oleh pemilik hati. Tapi cahayaku akan redup jika dicampakkan. Aku juga punya perasaan. Aku bisa sedih, gembira, menangis dan tertawa. Bahkan aku bisa menjerit dan meraung menyayat hati. Hanya manusia yang peka jiwanya yang bisa mengenalku. Padanya aku kadang malu. Karena aku seperti ditelanjanginya. Aku paling suka tinggal di hati manusia yang berjiwa besar. Para pemimpin, para pujangga, para pemberani, para pejuang. Aku betah tinggal di hati mereka. Aku tidak betah tinggal di hati orang-orang yang berjiwa kerdil. Para pengecut, pecundang, dan orang-orang egois. Aku muak pada mereka. Aku punya dua orang sahabat. Satu bernama Setia. Dan satunya lagi bernama khianat. Sahabatku yang pertama selalu mengikutiku kemanapun aku pergi. Ia seperti bayang-bayangku. Mengikutiku seumur hidupku. Menemaniku sampai aku mati. Tidak setiap jiwa manusia suka pada Setia. Kadang manusia mencampakkannya. Membuangnya di jalanan. Aku kadang iba padanya jika menemui tubuhnya terluka dibanting manusia. Aku akan mengobatinya sampai sembuh. Dan membuatnya bisa tersenyum kembali. Sahabatku yang kedua, Khianat. Ia suka tinggal di hati manusia yang gersang. Kadang ia tinggal bersamaku di sebuah hati yang tandus. Meski aku berbeda sikap dengannya, tapi aku bisa tinggal serumah dengannya. Meskipun, kadang ia menyakitiku. Berbeda halnya dengan Setia. Ia tidak pernah mau tinggal serumah dengan Khianat. Jika Khianat memasuki pintu hati. Dari pintu itu juga Setia keluar. Namun demikian mereka tetap bersahabat, bersamaku juga. Aku, Setia, dan Khianat adalah tiga sahabat yang ada di sepanjang umur manusia, makhluk, dan segala benda. Aku kadang bertanya-tanya. Kenapa aku lebih sering dikirimkan ke lelaki-lelaki kaya, berwajah tampan, bertubuh ideal dan seterusnya. Kenapa juga aku lebih sering dikirimkan ke perempuan-perempuan kaya, cantik, seksi, dan seterusnya. Pengirim-pengirimku yang juga dari jenis manusia sangat jarang mengirimkanku ke lelaki atau perempuan miskin, buruk rupa, bertubuh lidi atau tambun, dan seterusnya. *** Pembaca yang Budiman, maukah kamu mengikuti kisahku dan kedua sahabatku Setia,dan Khianat sehingga kisah-kisahku bisa menjadi sebuah cerita yang mudah-mudahan bisa menghibur, memotivasi, dan menginspirasi kalian semua yaaa :D
Aku akan bercerita tentang jiwa-jiwa manusia, makhluk-makhluk, dan benda-benda yang terlibat denganku, juga kedua sahabatku Setia dan Khianat :
Kisah 1: SEORANG ANAK DAN IBUNYA
Seorang ibu terbaring lemah tak berdaya di kamarnya. Ia sakit dan hampir menemui ajalnya. Ia sudah ditunggui tetangga-tetangga dekatnya. Saudaranya jauh di seberang. Suaminya telah meninggal setahun yang lalu. Anak satu-satunya bekerja di pulau lain. “Anakku pulanglah, aku hanya ingin bertemu denganmu sebentar saja,” demikian sang ibu selalu menyebut-nyebut anaknya. Anaknya sudah berjanji akan pulang secepatnya. Namun setelah ditunggu lama belum juga pulang. Kesibukannya dalam pekerjaan mengalahkan keinginannya bertemu sang ibu. Ketika sang anak sampai di rumah, ternyata sang ibu sudah meninggal dunia, dan sudah dimakamkan oleh para tetangganya. Sang anak hanya menemui pusara ibunya. Ia meraung. Terbayang ibunya sang memelihara dan mendidiknya dari dalam kandungan sampai dewasa. Sang ibu yang mencurahkan segala perhatiannya untuknya. Sang ibu yang bertaruh nyawa, bermandi darah dan keringat demi melahirkannya. Sang ibu yang membersihkan jika ia buang air besar di waktu kecil. Sang ibu yang mengobatinya tatkala ia sakit. Sang ibu yang dijadikannya tempat mengadu saat ia punya masalah. Sang ibu yang selalu tersenyum di saat suka maupun duka. Kini ia, sebagai anak lelaki satu-satunya hanya bisa memandangi pusara ibunya! KASIH IBU SEPANJANG JALAN, KASIH ANAK SEPANJANG GALAH.
Kisah 2. SEPASANG SUAMI ISTRI TUNA NETRA
orang untSepasang suami istri, keduanya tuna netra. Mereka hidup bahagia meski dunia terlihat gelap bagi keduanya. Kebahagiaan semakin terpancar dari keduanya tatkala Allah mengaruniai seorang anak yang bisa melihat terangnya dunia. Ketika sang anak sudah cukup besar, ia menjadi pelita bagi orang tuanya. Mereka bertiga mencari nafkah dengan menjadi pengamen jalanan. Sang ayah meniup suling mengalunkan nada-nada lagu yang syahdu mendayu. Sang anak di tengah menjadi penunjuk jalan, sang ibu membawa kaleng tempat menampung uang yang diberikan orang-orang yang lalu lalang di jalanan. Mereka seperti magnet, yang menyedot orang-uk mendekat memberikan sedikit uang. Orang-orang yang menemui ketiga pengamen itu menaruh uang di kaleng yang dibawa sang istri. Orang-orang tersentuh hatinya saat mendengar suara seruling mengalunkan nada-nada lagu: “mengapa tiada maaf darimu, mengapa kubertanya…mengapa tidakkah kau maafkan kutahu pasti hatimu padaku..” Seorang ibu memberikan uangnya sambil berlinangan airmata. Demikianlah hari-hari dilalui dengan bahagia oleh ketiga pengamen itu. Meski dengan segala keterbatasan.
Kisah 3. SI BURUK RUPA DAN GADIS CANTIK JELITA “
Mengapa kau mencintaiku?” tanya seorang pemuda yang bermuka buruk pada seorang gadis yang cantik jelita. ” Apakah salah jika aku mencintaimu?” jawab sang gadis balik bertanya. “Tidak. Hanya mungkin keliru.” “Kenapa keliru?” “Gadis jelita biasanya untuk pemuda tampan.” “Tidak harus!” Kata-kata kadang hanya sekedar pemanis bibir. Demikian juga pada sang gadis jelita. Ia hanya memanfaatkan kekayaan sang pemuda buruk rupa. Di belakang pemuda buruk rupa, sang gadis jelita menjalin hubungan dengan pemuda tampan. Bahkan ketika pemuda buruk rupa menanyakan hal itu, sang gadis jelita menjawabnya dengan semprotan ludah ke wajah pemuda buruk rupa. “Cuiih! Dasar orang gak tahu diri”.
Kisah 4. RANTING KERING DAN RANTING BASAH
Seorang nenek memunguti ranting-ranting di sebuah kebun. Ia memilahnya menjadi dua. Ranting-ranting kering dan ranting-ranting basah. Kemudian masing-masing diikatnya dan dibawa pulang. Untuk keperluan memasak, nenek itu mengambil ranting-ranting yang kering terlebih dulu untuk dibakar di dalam pawon (tungku). Sedangkan ranting-ranting yang basah dibiarkannya sampai kering keesokan harinya. Itupun kalau tidak turun hujan. Kalau hari hujan, ranting-ranting basah itu dibiarkannya lebih lama lagi sampai benar-benar kering. Demikian, setiap hari nenek mendahulukan membakar ranting kering, kemudian membakar ranting basah setelah kering. Ranting basah mengeluh pada ranting kering,”Kenapa selalu kamu yang didahulukan untuk dibakar? Aku kan juga ingin merasakan dibakar yang pertama kali.” Ranting kering menjawab,”Kita tidak usah mengeluh, cepat atau lambat, kitapun akan dibakar, menjadi arang dan abu.” Obrolan mereka dihentikan oleh sang nenek yang mengambil ranting kering dan memasukannya ke pawon. Sementara ranting basah membatin,”Besok giliranku masuk ke pawon pembakaran….”
Kisah 5. POHON RAMBUTAN DAN POHON KELAPA
Pohon rambutan bertanya pada pohon kelapa,”Kenapa kamu bisa lebih terkenal dari pada aku? Padahal aku juga tak kalah bermanfaat dari kamu. Rasa buahku sangat manis. Daun-daunku membuat halaman rumah menjadi sejuk di siang hari. Batangku tinggi menjulang menggambarkan cita-cita yang tinggi. Cabangku kokoh menyangga daun-daun. Akarku mencengkeram bumi menggambarkan cita-cita yang kokok dan tak mudah terombang-ambing. Pohon kelapa menjawab,”Aku tidak pernah mengatakan diriku bermanfaat dan berguna. Tapi orang-oranglah yang mengatakannya. Kata mereka semua bagian tubuhku bermanfaat. Akar, batang, daun dan buahku banyak dicari orang-orang.” Tiba-tiba seorang lelaki tua menaiki pohon rambutan dan memetik buahnya. Lelaki tua itu memakannya dan merasakan rasanya sangat masam. Lelaki tua itu membuang sisa rambutan yang terasa masam. Di tempat lain sekumpulan ibu-ibu sedang membuat bungkus ketupat dari janur (daun pohon kelapa). Menjelang Idul fitri ibu-ibu membuat bungkus ketupat dari janur. Mereka bercanda bersukaria sambil menganyam janur-janur menjadi bungkus ketupat.
Kisah 6. PENGGARIS KAYU DAN SAPU LIDI
Penggaris kayu panjang satu meter yang digantungkan di dinding, bercakap-cakap dengan sapu lidi yang bersandar di bawahnya. Penggaris kayu berkata,”Kamu senang ya, selalu dipakai untuk membersihkan halaman rumah, dan jalan-jalan yang panjang. Sedangkan aku jarang dipakai untuk mengukur. Sebenarnya aku sudah capek menunggu aku dijamah dan digunakan untuk mengukur panjang suatu benda oleh manusia.” Sapu lidi menjawab,”Ya, saya memang setiap hari digunakan untuk membersihkan suatu tempat, tapi aku harus berada di tempat- tempat yang kotor dan bau. Aku harus mampu menghadapi semua itu dengan sabar. Karena itulah fungsiku. Sedangkan kamu digunakan untuk mengukur suatu benda dengan teliti. Meskipun kamu jarang dipakai, tapi kamu selalu diletakkan di tempat yang tinggi, digantungkan di tembok. Demikianlah, penggaris kayu dan sapu lidi berbincang tentang diri mereka masing-masing.
Kisah 7. KURSI TUA DAN KALENDER
Kursi tua yang hampir reot berbincang dengan kalender baru yang sedang dipakai pada bulan januari. Kursi tua berkata,”Aku sudah lelah menopang tubuh-tubuh manusia yang silih berganti mendudukiku. Aku mau pergi.” Kalender di depannya menyahut dengan keras karena jaraknya cukup jauh dari kursi tua. “Memangnya kamu mau pergi ke mana wahai kursi tua?!” “Aku mau menemui ajalku, sebentar lagi angin kencang akan meremukkan tubuhku.” “Kamu lebih beruntung daripada aku. Umurmu sudah puluhan tahun. Umurku cuma setahun, setelah itu aku pasti dicampakkan.” Beberapa saat kemudian angin berhembus kencang melalui jendela, meremukkan tubuh kursi tua yang sudah renta. “Selamat jalan kawan. Setahun lagi aku menyusulmu!” kata kalender memberi kata perpisahan. Tak terasa hari-hari berlalu. Tanggal 31 Desember telah habis. Seorang manusia mencampakkan kalender usang itu.
Kisah 8: PENGEMIS TUA DAN DERMAWAN
Di sebuah kompleks pertokoan, seorang dermawan bertemu dengan seorang pengemis tua. Sang dermawan akan belanja, sementara sang pengemis duduk bersila di depan sebuah toko. “Beri aku sedikit uang, Tuan,” kata sang pengemis tua sambil menyorongkan kaleng kosong. Sang dermawan memberikan selembar uang kertas lima puluh ribuan. Bersamaan dengan itu, sang dermawan terkaget saat melihat wajah pengemis tua sangat mirip dengannya. “Ada apa, Tuan?” ” Tidak apa-apa,” kata sang dermawan kemudian meninggalkan pengemis itu. Di rumahnya, sang dermawan terus terbayang pada pengemis tua yang sangat mirip dirinya. Sang dermawan merenung seorang diri. Ia membatin. Aku harus pandai bersyukur atas rezeki dari-Nya. Orang yang haus jabatan dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya, seperti menjilat atasan dan lain-lainnya, adalah bentuk lain dari seorang peminta-minta yang lebih hina dari pengemis jalanan. *** Demikianlah. Aku, Setia, dan Khianat berada dalam setiap penggal kisa-kisah anak manusia, segala makhluk, dan segala benda. Kisah-kisah yang tiada hentinya.
semoga bagi yang baca tertarik yaaa,makasi :))
Categories:
thats story just for fun